Wacana ‘new normal’ sudah
digaungkan di kala situasi pandemi Covid-19 yang telah merenggut 346.868 nyawa
di seluruh dunia. Berdasarkan data Worldometers pada 25 Mei 2020, total kasus
Covid-19 yang tercatat secara global mencapai 5.513.369 kasus.[1]
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan ‘new normal’ dan bagaimana kesiapan
Indonesia untuk mempraktikkan ‘new normal’?
‘New Normal’
Presiden Joko Widodo mengemukakan
pentingnya masyarakat untuk hidup berdampingan dengan Covid melalui perubahan
gaya hidup untuk mengatasi risiko wabah tersebut dalam pernyataan resminya di
Istana Merdeka pada 15 Mei 2020. Masyarakat Indonesia diharap untuk berkompromi
dan berdamai dengan Covid agar tetap produktif. Inilah konsep ‘new normal’
menurut Presiden Joko Widodo.[2]
Pada dasarnya ‘new normal’ adalah konsep perubahan
situasi yang dahulu dianggap tidak lazim menjadi lazim. Perubahan standar
maupun kebiasaan menjadi tolok ukur ‘new normal’. Misalnya, penggunaan masker
kain dan menjaga jarak dengan orang lain bukanlah suatu hal yang sejak awal dilakukan
oleh banyak masyarakat Indonesia, namun sekarang hal tersebut menjadi standar umum
akibat Covid-19.
Covid-19 telah membawa imbas yang
signifikan terhadap roda perekonomian Indonesia. Kemenaker dan BPJS
Ketenagakerjaan mencatat 2,8 juta pekerja terkena dampak Covid-19, utamanya
diakibatkan karena terhentinya operasional perusahaan tempat mereka bekerja.[3]
Tentu pemerintah bersama-sama dengan semua elemen masyarakat perlu untuk
merancang skema peningkatan produktivitas guna menekan imbas berkepanjangan Covid-19
terhadap perekonomian negara.
Pada 16 April 2020, Dr. Hans
Henri P. Krueger, Direktur Regional World Health Organization (WHO) untuk Eropa
dalam pernyataan publiknya mengemukakan bahwa transisi ke ‘new normal’ selama
Covid-19 harus dipandu oleh prinsip-prinsip kesehatan publik. Selain itu, ada
syarat-syarat yang harus dipastikan sebelum suatu negara memutuskan untuk
melakukan pelonggaran pembatasan dan transisi.
Bersiap untuk 'New Normal' Sumber foto |
Hingga saat ini, pemerintah Indonesia
sebetulnya telah memulai mempraktikkan ‘new normal’ dengan beberapa cara
berikut:
- Perencanaan
Pemulihan Ekonomi dalam 5 Fase dalam presentasi ‘Road Map Ekonomi Kesehatan
Keluar COVID-19’ yang dipresentasikan Raden Pardede dalam Rapat Resmi Kemenko
Perekonomian (cek infografik di atas);[4]
- Penerbitan
Surat Edaran Menteri BUMN Nomor S-336/MBU/05/2020 tentang Kajian dan Antisipasi
Skenario The New Normal BUMN tertanggal 15 Mei 2020;[5]
- Penerbitan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi;[6]
Kajian The New Normal ala BUMN Sumber foto |
Panduan 'New Normal' di Tempat Kerja Sumber foto |
Kesiapan Indonesia
Perlu dicatat bahwa Indonesia
adalah salah satu negara dengan performa penanganan Covid-19 terburuk di Asia
Tenggara. Sebuah jurnal dari Melbourne Asia Review menyatakan bahwa penanganan
Covid-19 terburuk di Asia Tenggara jatuh kepada Indonesia dengan beberapa
indikator.[7]
Pertama, persentase kematian akibat Covid-19 di Indonesia mencapai sekitar 7
persen, sedangkan negara-negara tetangga hanya berkisar di 0-3 persen. Tentu
tingkat kependudukan Indonesia jauh lebih tinggi daripada negara tetangga. Maka
indikator ini bukanlah satu-satunya indikator penentu baik atau buruknya
penanganan Covid-19 oleh Indonesia.
Kedua, ketiadaan niat pemerintah
untuk memberikan keamanan sosial bagi yang membutuhkan. Jaring pengaman sosial
yang disediakan pemerintah tidak sesuai kebutuhan masyarakat dan dianggap tidak
tepat sasaran. Ketiga, tingginya konflik kepentingan di jajaran elit
pemerintahan. Dua staf khusus milenial di periode pemerintahan kedua Joko
Widodo diduga terlibat konflik kepentingan. Sekarang, keduanya memutuskan
mundur dari jabatannya dan kembali ke perusahaan rintisan masing-masing.
Keempat, kurang transparannya
penggunaan dana untuk Covid-19 dari pemerintah. Pemerintah dianggap tidak
terbuka dalam mengemukakan pengeluaran untuk penanganan Covid-19 kepada masyarakat.
Fungsi anggaran DPR juga tidak dimaksimalkan dalam kondisi Covid-19. Pasca
revisi Undang-Undang KPK, kondisi ini kian parah dengan dilemahkannya lembaga anti-rasuah
tersebut. Kelima, pembungkaman kritik yang ditujukan kepada pemerintah seperti
dalam kasus Ravio Patra dan beberapa kasus lain di daerah. Polisi dianggap
melanggar kebebasan sipil dengan dikeluarkannya telegram yang berpotensi
mengkriminalisasi warga yang kritis, serta meningkatnya penggunaan pasal karet Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
Keenam, pengesahan peraturan
perundang-undangan yang tidak berkaitan dengan penanganan wabah. Pengesahan RUU
Minerba, pembahasan RUU Cipta Kerja dan RKUHP menjadi agenda yang dipertanyakan
kepada DPR dan pemerintah. Ketujuh, inkompetensi dan kurangnya kemampuan
berpikir secara strategis pemerintah dalam penanganan Covid-19. Pemerintah dan
jajarannya sempat menganggap enteng penyebaran corona sehingga lambat dalam
bertindak, serta tidak memiliki strategi penanganan jangka panjang.
Pemerintah sebaiknya berpikir
ulang sebelum mempraktikkan ‘new normal’ dengan melonggarkan aturan PSBB.
Pemerintah setidaknya perlu untuk melakukan 6 langkah sebagai berikut. Pertama,
membuat evaluasi PSBB nasional dan mempublikasikan hasil evaluasi secara
transparan kepada publik. Kedua, menurunkan syarat-syarat memberlakukan ‘new
normal’ yang dianjurkan oleh WHO ke dalam indikator-indikator yang jelas dan
terukur sehingga pemerintah memiliki justifikasi dan landasan empiris yang
tepat sebelum memutuskan pemberlakuan ‘new normal’. Ketiga, posisikan
pengecekan dan pelacakan (testing and
tracing) sebagai intervensi utama penanganan Covid-19, sekaligus
meningkatkan kualitas dan kuantitasnya. Keempat, menghentikan pembahasan
aturan-aturan yang tidak berhubungan dengan penanganan Covid-19 serta
memaksimalkan fungsi anggaran dan pengawasan DPR.
Kelima, mengubah pola komunikasi
dan pembuatan aturan yang membingungkan masyarakat. Surat Keputusan Menteri Kesehatan
tentang ‘new normal’ di tempat kerja jelas bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB
(PMK PSBB) yang meliburkan tempat kerja. Jika pelonggaran PSBB akan dilakukan,
maka pemerintah harus mengubah/merevisi PMK PSBB terlebih dahulu. Pemerintah
tidak boleh merusak prinsip negara hukum dengan pembuatan aturan secara geradakan.
Keenam, meningkatkan keterlibatan masyarakat sipil dalam penentuan arah
penanganan Covid-19 yang selama ini tersentralisasi di pemerintah pusat.
Pemerintah tidak boleh gegabah dalam menerapkan ‘new normal’ karena masyarakat
akan menjadi korban penyebaran yang jauh lebih masif tanpa kajian yang tepat.
∞
[1]
Worldometers, COVID-19 CORONAVIRUS
PANDEMIC, 2020. https://www.worldometers.info/coronavirus/
[2]
Ahmad Faiz Ibnu Sani, Pernyataan Lengkap
Jokowi Soal New Normal Damai dengan Covid-19, 2020. https://nasional.tempo.co/read/1342885/pernyataan-lengkap-jokowi-soal-new-normal-damai-dengan-covid-19
[3]
Dwi Hadya Jayani, Wabah PHK Akibat
Covid-19, 2020. https://katadata.co.id/infografik/2020/04/18/wabah-phk-akibat-covid-19
[4]
Cantika Adinda Putri, Terungkap! Skenario
Pemerintah Pasca COVID-19, Mal Buka Juni, 2020. https://www.cnbcindonesia.com/news/20200508032628-4-156979/terungkap-skenario-pemerintah-pasca-covid-19-mal-buka-juni
[5] Pipit
Ika Ramadhani, HEADLINE: Skenario The New
Normal BUMN, Bagaimana Kesiapan Protokolnya?, 2020. https://www.liputan6.com/bisnis/read/4257735/headline-skenario-the-new-normal-bumn-bagaimana-kesiapan-protokolnya
[6]
Bisnis.com, Menkes Terawan Terbitkan
Aturan Kerja New Normal, Apa Isinya?, 2020. https://bisnis.tempo.co/read/1346067/menkes-terawan-terbitkan-aturan-kerja-new-normal-apa-isinya/full&view=ok
[7]
Rafiqa Qurrata A’yun, Abdil Mughis Mudhoffir, Indonesia is exploiting the COVID-19 crisis for illiberal purposes,
2020. https://melbourneasiareview.edu.au/indonesia-is-exploiting-the-covid-19-crisis-for-illiberal-purposes/
0 Comments
Post a Comment