Pengesahan Rancangan
Undang-Undang (RUU) tentang Pertambangan Mineral Batubara disetujui DPR pada 12
Mei 2020. Setelah pengebirian KPK melalui RUU KPK yang dibuat secara diam-diam,
ternyata DPR tidak berhenti di sana. Sekarang waktunya RUU Minerba yang
disahkan dengan cara yang sama, yakni tanpa keterbukaan dan partisipasi publik. Ke depan, apa lagi yang akan disahkan diam-diam?
Alerta Pengesahan RUU Minerba Sumber foto |
Korban Tambang
Berdasarkan hasil pemantauan
Komnas HAM bersama dengan organisasi masyarakat sipil: JATAM dan Koalisi
Advokasi Kasus Lubang Tambang Kalimantan Timur, sejak 2011 – 2016 terdapat 25
kasus kematian korban lubang tambang di Kalimantan Timur. 23 di antaranya
adalah anak-anak (<18 tahun). Provinsi Kalimantan Timur adalah salah satu
penghasil utama batubara Indonesia dengan 1.488 izin tambang berskala Izin
Usaha Pertambangan (IUP) per tahun 2016.[1]
[2]
Selama tahun 2014 – 2018, JATAM mencatat ada 140 orang meninggal di lubang
tambang akibat dibiarkannya bekas tambang batubara yang dibiarkan menganga tanpa
rehabilitasi atau pemulihan.[3]
Kasus-kasus lubang tambang terus
terjadi akibat ketidakseriusan pemerintah dan korporasi dalam menyeimbangkan
aktivitas perusahaan dengan menjaga kesejahteraan masyarakat dan lingkungan
hidup. Maka dari itu, banyak korban lubang tambang yang hingga saat ini tidak
memperoleh keadilan.
Salah satu alasan munculnya
kasus-kasus lubang tambang adalah akibat tidak ditegakannya hukum yang berlaku,
misalnya mengenai reklamasi pasca tambang. Meskipun Peraturan Pemerintah No. 78
Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang yang merupakan aturan turunan
dari Pasal 101 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral Batubara jelas
menyatakan kewajiban perusahaan tambang untuk menutup kembali lubang galian
tambang, tapi kenyataannya tidak demikian.
Foto Galian Bekas Tambang di Kalimantan Timur Sumber foto |
Selain kematian, banyak kasus
kriminalisasi terhadap warga yang menolak tambang. Budi Pego dan warga Tumpang
Pitu adalah salah satu kasus yang paling dikenal publik karena adanya
kriminalisasi dengan tuduhan pasal komunisme terhadap Budi Pego. [4]
[5]
UU Minerba (yang lama) juga mengatur mengenai beberapa pasal yang seringkali
digunakan untuk mengkriminalisasi warga penolak tambang. Catatan JATAM,
setidaknya terdapat 2 kasus kriminalisasi warga dengan menggunakan Pasal 162 UU
Minerba. Korbannya adalah seorang warga di Berau, Kalimantan Timur dan tiga
warga pulau kecil Wawonii, Sulawesi Utara.[6]
Gerakan #ReformasiDikorupsi
Aksi #ReformasiDikorupsi sebagai
gelombang aksi terbesar di Indonesia setelah reformasi 1998 membuat 7 desakan.
Salah satu di antaranya adalah penolakan mengenai RUU Minerba.
7 Desakan #ReformasiDikorupsi Sumber foto: Gerakan #ReformasiDikorupsi |
Berikut adalah beberapa catatan
permasalahan RUU Minerba yang baru disahkan:
- Membuka ruang penggunaan energi kotor yang belum jelas kajiannya terhadap dampak lingkungan;
- Memundurkan semangat desentralisasi kewenangan di daerah yang menjadi semangat reformasi birokrasi dan justru mengatur pemberian izin pertambangan oleh pemerintah pusat;
- Tumpang tindih aturan korupsi yang disinyalir memberikan perlindungan korupsi pertambangan;
- Memberikan karpet merah bagi perusahaan tambang dan menghilangkan hak-hak warga sekitar tambang untuk terlibat dalam pengambilan keputusan aktivitas pertambangan;
- Berpotensi menimbulkan tindakan kriminalisasi terhadap penolak tambang.
RUU Minerba dan RUU Cipta Kerja (Omnibus Law Cipta Kerja)
Salah satu hal yang saya
perhatikan dan anggap menarik adalah mengenai pernyataan Ketua Komisi VII DPR
RI, Sugeng Suparwoto, yang menyatakan bahwa RUU Minerba sudah disinkronisasi
dengan RUU Cipta Kerja.[7]
Saya rasa tidak logis melakukan sinkronisasi RUU Minerba dengan RUU Cipta Kerja
yang masih berpotensi diubah. Besar dugaan saya bahwa sinkronisasi dilakukan
karena RUU Cipta Kerja sudah memasuki tahap pembahasan final dan hanya menunggu
waktu untuk kembali diam-diam disahkan.
Kutipan Sugeng Suparwoto tentang Sinkronisasi RUU Minerba dengan RUU Cipta Kerja Sumber foto |
Sungguh langkah yang cerdik oleh
DPR RI di situasi covid-19. Memanfaatkan rendahnya mobilitas warga yang jelas
tidak memungkinkan untuk melakukan tekanan melalui aksi fisik.
Selamat, DPR RI. Anda betul-betul
wakil rakyat (yang kaya dan berkuasa).
Karangan Bunga oleh Koalisi CSO Hutan Adat Sumber foto: Koalisi CSO Hutan Adat |
Karangan Bunga oleh Koalisi OMS Kawal RUU MA Sumber foto: Koalisi OMS Kawal RUU MA |
Karangan Bunga oleh Fraksi Rakyat Indonesia Sumber foto: Fraksi Rakyat Indonesia |
∞
[1]
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Pelanggaran
Hak Asasi Manusia Dalam Kasus Eks Lubang Tambang Batu Bara Di Kalimantan Timur,
2016. https://www.jatam.org/wp-content/uploads/2017/11/Pelanggaran-HAM-dalam-Kasus-Lubang-Tambang.pdf
[2] Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia, Dugaan Pelanggaran
HAM dalam Kematian Anak di Lubang Tambang, 2016. https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2016/11/21/1029/dugaan-pelanggaran-ham-dalam-kematian-anak-di-lubang-tambang.html
[3]
JATAM, 143 Anak Mati Sia-Sia di Lubang
Tambang, 2019. https://www.jatam.org/2019/03/20/143-anak-mati-sia-sia-di-lubang-tambang/
[4]
Federasi KontraS, Upaya Kriminalisasi
Terhadap Budi Pego Dan Warga Penolak Tambang, 2019. https://kontras.or.id/kontras-surabaya/upaya-kriminalisasi-terhadap-budi-pego-dan-warga-penolak-tambang/
[5]
Achmad Nasrudin Yahya, Kisah Budi Pego,
Aktivis Dengan Tuduhan Komunis: Tetap Tolak Tambang Emas Usai Dibui (Bagian I),
2019. https://nasional.kompas.com/read/2019/12/16/07255421/kisah-budi-pego-aktivis-dengan-tuduhan-komunis-tetap-tolak-tambang-emas-usai
[6]
Fadiyah Alaidrus, Jatam: Pasal yang
Sering jadi Alat Kriminalisasi Penolak Tambang, 2020. https://tirto.id/jatam-pasal-yang-sering-jadi-alat-kriminalisasi-penolak-tambang-eqXK
[7]
Anisatul Umah, DPR Sahkan RUU Minerba:
Sinkron dengan Omnibus Law!, 2020. https://www.cnbcindonesia.com/news/20200512203346-4-158023/dpr-sahkan-ruu-minerba-sinkron-dengan-omnibus-law
0 Comments
Post a Comment